Menyimak Cerita Hamka dari Cucunya

PADANG PANJANG, kiprahkita.com – Salah seorang cucu Buya Hamka berkunjung ke Pondok Pesantren (Pontren) Kauman Padang Panjang.

Cucu yang sebelas tahun hidup bersama dan sangat dekat Hamka. Namanya Abdul Hadi, anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari anak Hamka keenam bernama Prof. Dr. Hj. Aliyah Hamka. Ayah Hadi adalah Prof. Syofyan Saad.

Lawatan Hadi untuk mengobat kerinduan terhadap Kota Padang Panjang, tempat yang menjadi bagian penting dalam perkembangan keulamaan Hamka.

Hadi berkunjung ke Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang, khususnya Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah (KMM), sekolah yang pertama kali dipimpin Hamka. KMM itu, ketika berdiri dan dipimpin Hamka ketika bernama Tabligh School. Kini, KMM bersama Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTsM) menjadi Pontren Kauman.

Hadi sebenarnya sudah berada di Pontren Kauman sejak Jumat (28/10). Dia sudah bersilaturahmi, memotivasi santri, dan berbincang dengan segenap keluarga Pontren Kauman.

Sabtu (28/10), sebelum jadi narasumber pada sebuah seminar nasional yang dihelat Pontren Kauman, Hadi berbincang-bincang dengan jajaran pimpinan pontren, yaitu Sekretaris PDM Padang Panjang Basko sekaligus Wakil Ketua Badan Pembina Pesantren (BPP) Kauman Yandri Naga, Mudir Pontren Derliana, Wakil Sekretaris BPP Kauman Musriadi Musanif, Wakil-wakil Mudir Surya Bunawan, Amel Dahlan, dan Insan Ahda Hasibuan.

Pada pertemuan itu, kisah kehidupannya bersama Hamka menyita perhatian, karena banyak nilai-nilai pendidikan, pengasuhan, dan motivasi yang dikisahkan Hadi.

Sesaat menjelang pertemuan usai, dan kemudian berlanjut ke ruang seminar, Hadi menyerahkan sebuah buku berjudul Bunga Rampai Catatan dan Kenangan Hamka, kepada Mudir Derliana dan Sekretaris PDM Yandri Naga.

Hadi dan kakaknya bernama Abdul Malik, tinggal bersama kedua orangtuanya di rumah Hamka. Itu pulalah sebabnya, interaksi sang cucu dengan nambo (kakek) begitu intensif dan nyaris selalu bersama.

“Buya Hamka dengan lemah lembut mengajarkan ke kami, dua cucunya yang sempat tinggal bersamanya tentang pendidikan Islam, mengenalkan pada pemahaman dan pengamalan yang benar tentang syariat Islam, serta pengetahuan umum lainnya,” sebut Hadi mengawali cerita.

Dengan akrab dan hangat, lanjutnya, beliau mengajarkan kebaikan-kebaikan dan memberikan keteladanan perkataan dan perilaku, kesederhanaan dan kesahajaan, keteguhan dalam prinsip dan keyakinan.

Hamka mengajarkan kelembutan dan kepekaan dalam bermuamalah, kedermawanan dan kelapangan hati, kesalehan serta masih banyak lagi.

Itu semua, sebutnya, diajarkan Hamka kepada cucunya yang masih berusia kanak-kanak, sehingga bisa menyerap dan bermanfaat di waktu mereka besar nanti. Pendidikan Islam mulai dari pelaksanaan ibadah seperti shalat, mengaji, menceritakan ketauladanan Rasul-rasul Allah dan masih banyak lagi.

Apa yang dilakukan oleh Buya Hamka, katanya, adalah sebuah bentuk penerapan pendidikan Islam bagi anggota keluarganya, dan berkesesuaian dengan teori pendidikan ilmiah modern.

Dalam rentang usia Hadi 9-10 tahun, Buya Hamka banyak memberikan pemahaman agama yang dikemas dalam model pendidikannya, serta memotivasi keluarganya agar nantinya dapat hidup lebih baik, dan meraih kebahagiaan lahir bathin. 

“Ikhlas dan sejati akan bertemu dalam senyuman anak kecil, senyum yang sebenarnya, senyum yang tidak disertai apa apa,” kata Hamka, sebagaimana diungkapkan Hadi.

Perjalanan masa kecil, sejak belajar berjalan, berbicara, memperhatikan, dan mendengar, cerita Hadi, dihabiskan bersama ayah, ibu, Nambo Hamka dan nenek.

“Ayah saya yang bekerja sejak pagi, biasanya berangkat bekerja selepas Subuh, dan pulang selepas Maghrib, membuat kami lebih akrab dengan ibu, Nambo Hamka, dan nenek, sementara anggota keluarga lain sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Hadi dan saudaranya bermain bersama Hamka di paviliun rumah Hamka. Itulah sebabnya, interaksinya dengan Hamka begitu dekat dan ketat.

Di tengah kesibukan Nambo Hamka, beliau bisa menyiasatinya agar semua dapat berlangsung. Begitupun kami yang masih kanak-kanak itu, memperhatikan setiap gerak-gerik, mengingat perkataan dan sikap Nambo Hamka.

Menurut Hadi, Nambo Hamka seorang pendidik sejati, yang memiliki pola-pola pengasuhan dan bimbingan pada anak, dimulai pada usia kanak-kanak, dan itu tidak sebatas perkataan semata, namun dilakukannya sendiri.

“Nambo Hamka sangat paham akan pengasuhan dengan pola islami, dan sejalan dengan ilmu pengetahuan tentang perkembangan dan pertumbuhan seorang anak (parenting), sebagaimana yang menjadi teori para pakar pengasuhan dan psikologi saat ini,” katanya.

Menariknya, Hamka memodifikasi dan inovasi kegiatan pengasuhan di tengah kesibukannya. Setiap pagi, beliau sudah memulai aktivitasnya selepas Shalat Subuh dan biasanya di masjid. Jika tidak ada acara, beliau sudah bersiap dengan membaca surat kabar, membaca surat surat yang diterimanya, dan yang selalu dilakukannya adalah menulis dengan mengetik langsung dengan dua tangannya.

“Di ruang kerjanya sudah terdengar bunyi tak..tek… Suara mesin ketik Nambo Hamka berbunyi, tanda beliau tengah asik mengeluarkan ilham yang ada dalam fikirannya. Kami selalu melihat dan memperhatikan hal itu,” tuturnya.

Hebatnya Nambo Hamka, tuturnya, yang melihat Hadi berada di sampingnya, selalu ada saja inovasi yang dibuatnya. Yang biasa dilakukan, imbuhnya, adalah dengan menyuruh mereka berdua merapikan surat-surat yang sudah dipilih Nambo Hamka dan diletakkan di bawah samping mejanya, 

Lalu, mereka ‘ditugasi’ memilih mana surat yang terdapat prangko pada amplopnya, tapi Nambo Hamka mencontohkannya terlebih dahulu. Sementara kami sibuk merapikan surat dengan amplop berperangko, tuturnya, Nambo Hamka melanjutkan pekerjaannya mengetik.

“Kita bisa melakukan dua hal bersamaan tanpa waktu terbuang, kalian bekerja dengan pekerjaan kalian, Nambo Hamka bekerja dengan pekerjaan Nambo Hamka,” katanya ulama besar itu, sebagaimana ditirukan Hadi.

Menurut Hadi, kehadiran mereka berdua di ‘ruangan kerja’ Hamka, tidak pernah dianggap mengganggu. Dia menjadikan dua bersaudara itu sebagai sebaya saja. Nambo Hamka selalu mengeluarkan kata-kata dan perintah dengan sangat lembut.

Dan, Surya Bunawan selaku moderator seminar nasional mempersilahkan para narasumber ke panggung. Seminar nasional bertema Gagasan Literasi Hamka tentang Semangat Kepemudaan Indonesia, dihelat Ponpes Kauman segera dimulai.

Narasumber seminar itu, selain Hadi, penyelenggara juga menghadirkan sejarawan Fikrul Hanif Sufyan dan Derliana. Maka, cerita Buya Hamka dan Cucuya; Hadi, kita lanjut pada serial perspektif berikutnya.(musriadi musanif) 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Open chat
Terima kasih telah mengunjungi website kami, silahkan lanjutkan ke chat untuk info PENERIMAAN SANTRI BARU TP. 2025/2026